Jumat, 22 Februari 2019

Jika Jumat Hari Besarku, Maka Minggu Hari Besarmu.

Its just like that. Dan begitulah judul tulisan ini muncul seketika didalam pikiranku. Memori tentangmu kembali memutar mundur secara perlahan. Ingatanku tentangmu kembali menelisik kedalam lamunanku, menerka nerka apa yang sedang terjadi padaku. Memori yang amat sangat singkat dan sederhana mengenai kehadiranmu, dan begitu amat sangat cepat berubah hingga ketidakhadiranmu. Kedatanganmu, yang sederhama itu mampu membuatku lekuk senyum kecil di bibirku, dan seketika dadaku terasa sesak mengingatnya. Mengapa semua terasa sakit seperti ini? Hanya karena memori percakapan kecil yang mampu mengundang gelitik tawa dan perhatian sederhana yang mampu membuat zona nyaman pada ruang yang aku sebut dengan kita. Padahal, kita tidak pernah berjalan kemana mana dan tidak sedang merencanakan berjalan kemana mana. Namun mengapa semuanya terasa sakit, ketika kamu tidak lagi hadir untuk memulai percakapan kecil. Aku hanya sedang terjebak nostalgia bersama ruang dan waktu. Aku hanya sedang bergurau dengan dimensi waktu, agar aku mampu melupakan memori tentangmu. Ini hanya singkat, aku pasti bisa terbiasa tanpamu, lagi batinku. Menyadari bahwa semua sudah berubah, kehidupan barumu, keluarga barumu,kesibukan barumu, pun jabatan barumu. Semua berubah,kita berbeda.

Tempat ibadah kita berbeda, aku dan kamu pun berbeda. Sungguh, aku tidak pernah ingin membicarakan mengenai perbedaan ini. Aku hanya ingin membicarakan tentangmu, agar kau tinggal disini. Tetapi semakin aku ingin , semakin dadaku terasa sesak menerimanya. Jika aku berdoa merapal namamu setiap kali sujud ibadahku,berharap segala kebaikan datang padamu, apakah kamu juga melakukan hal yang sama saat kamu berdoa menggenggam kedua tanganmu di ibadahmu? Aku rasa tidak. Karena kamu mungkin saja sibuk, merapal nama orang lain bersamanya. Bahkan mungkin namaku, tidak pernah terlintas diingatanmu. Karena kita hanya memori kecil yang dibentuk oleh waktu, dan kemudian akan hilang bersama waktu seiring dengan bergantinya hari dan momentum.

Dengar, perbedaan kita tidak pernah menghentikanku untuk terus merapal namamu disetiap doa disepertiga malamku. Entah, apa yang akan terjadi. Aku tidak pernah peduli. Kusampaikan rindu pada tuhanku, kusampaikan rasa yang tertahan dan tak pernah kuungkapkan untukmu. Kusampaikan  keengganan untuk melepasmu pergi. Dan sampai pada titik terbawahku, kusampaikan salam perpisahan untuk ikhlas melepas kepergianmu. Aku adalah "daydreamer" yang tidak enggan bangun dari mimpi indahku. Berharap kamu akan hadir disini, meneduhkan setiap resahku. Mata terang itu, yang selalu menyejukkan setiap ketakutanku. Senyum indah itu yang menguatkan setiap keraguanku. Dengar, perbedaan ini tidaklah memiliki arti besar bagiku, tetapi kamulah yang membuatnya semakin jauh. Kamu lah aktor utama yang membentangkan jarak agar kita terpisah jauh. Kamulah sang pemutus harapan itu.

Atau mungkin akulah sang aktris egois yang tidak memikirkan kebahagiaan orang lain. Atau mungkin akulah sang aktris yang terlalu percaya diri menganggap seorang kamu bisa bersanding denganku? Atau mungkin takdir yang tidak pernah membawa kita pada jalur yang sama. Kau benar, kita hanya bertemu diperempatan jalan. Hanya bertemu, kemudian berjalan pada masing masing jalur. Sendiri sendiri. Hanya bertegur sapa, kemudian bergerak sendiri sendiri. Karena jalur yang kita tempuh berbeda, cara kita berbeda, walaupun aku percaya tujuan kita sama. Ridho-Nya