Aku. Masih menjadi subjek disetiap tulisan yang aku tulis pada setiap paragafrafnya. Aku. Yang masih berusaha menahan sesak yang begitu membuncah didalam dada yang tak pernah ada akhirnya. Aku yang selalu menahan setiap lara namun membalutnya bersama senyum penuh lara yang seolah olah tersamar menjadi senyum penuh bahagia. Aku yang selalu memberikan terbaik untuk mereka yang selalu aku utamakan dan prioritaskan. Aku yang selalu berusaha melakukan terbaik untuk mereka yang aku tak bisa hidup tanpa mereka.Aku dan mereka,orang orang yang selalu aku doakan disetiap sujud setiap akhir perbincangan ku dengan Rabbku. Mereka yang selalu ku sebut namanya disetiap akhir doa yang kupanjatkan kepada rabbku. Mereka yang mengisi hidupku,yang begitu memiliki porsi penting disetiap tempat didalam hati dan juga pikiranku. Mereka yang membuatku kuat setelah rabbku. Mereka yang begitu penting didalam hidupku hingga tak pernah sanggup aku menyakitinya. Jangan hanya membuat sakit,hanya sekedar melihat dia menahan sesak dadanya saja aku tak sanggup. Aku. Begitu. Menyayangi. Mereka.
Begitu dalam rasa sayang yang kumiliki,tak terasa juga akulah sang tokoh yang tersakiti. Berperan sangat terpuji namun tetaplah aku yang menjadi objek didalam cerita ini. Akulah yang satu satunya menahan tangis ditengah tengah mereka. Aku lah yang menahan rasa hampa,luka dan patah asa. Aku lah yang menahan sesaknya dada hanya untuk memberikan senyuman tipis diwajah mereka. Aku lah mengalah hanya untuk sekedar membuat mereka lega. Terkadang aku merasa ketidak adilan ini begitu menyelimuti hingga membuatku jatuh terpuruk tak kuasa menahan perih. Hingga-mataku selalu berkunang kunang ketika melihat satu persatu mata orang yang kusayangi itu. Selalu ada bulir air mata ,selalu ada rasa sakit dibawah dada,selalu ada sesak yang tak pernah bisa dijelaskan saat mereka bertanya "kau kenapa". Kebahagiaan ataukah kesedihan ? Aku juga tak mengerti. Apa yang sedang ku rasakan. Seharusnya aku juga ikut tersenyum saat melihat satu persatu dari mereka bahagia. Melapangkan dadaku menerima apapun yang sudah mereka putuskan untuk ku. Untuk takdirku. Memilih tinggal dan peduli atau memilih pergi dan tidak peduli. Mataku terus saja berkunang kunang menahan agar setiap bulirnya tak jatuh dipipi. Agar tak ada yang melihat bahwa hatiku sedang tidak baik. Sedang membuncah tak baik,sedang bergerilya memberontak tak ada arah.
Aku,yang merasa memiliki mereka. Yang kupikir tak akan pernah merasakan sepi. Pada akhirnya aku sendiri. Dalam kesendirian air mata jatuh tak bisa kukendalikan. Rintihan bibir seolah olah ingin berteriak tapi tak bisa kulakukan. Kuhanya menahan rasa sesak dadaku dan menutup mulutku rapat rapat agar tak menimbulkan suara ditengah tengah jatuhnya air mataku. Dalam kesepian aku meradang. Dalam kediaman aku tersungkur lemah tak berdaya. Dalam ketidak adilan aku sudah mempercayakan kebahagiaan yang ku kira akan membuatku lebih baik. Tak ada. Tak ada yang membuatku bisa baik hari ini. Aku sudah tak ada . Hatiku sudah rusak dan mati. Cintaku dan rasa kasihku sudah tak terasa didalam hati. Tersisa perih dan luka. Aku hanya bisa merajut sisa sisa harapan yang ada didalam dada untuk membuatku sedikit bergerak dari ketidakberdayaanku. Walaupun raut tak bisa kusembunyikan setelahnya,walaupun mata bengkak akan terlihat setidaknya aku bisa menyembunyikan hati yang sudah tak karuan bagaimana keadaannya. Aku. Kehilangan. Diriku sendiri. Aku sudah tak ada lagi. Aku sudah mati. Bersama mereka yang sudah memilih pergi.
Tidak lagi akan ada aku. Tidak lagi akan ada aku. Tidak lagi akan ada aku,yang peduli untuk mereka. Yang memilih membahagiakan mereka yang tak pernah memilih membahagiakan ku. Tidak lagi akan ada aku. Bulir air mata yang terjatuh menjadi saksi bisu mengapa aku tak mampu. Mengapa aku tak bisa. Mengapa aku tak kuasa menahan semuanya. Bagaimana bisa kuceritakan kepada mereka yang ku rasakan jika alasan yang menyakitiku adalah mereka? Bisakah kau jelaskan? Sanggupkah dirimu menceritakan batinmu yang tersiksa kepada mereka yang sudah membuatnya hancur dan berantakan. Sanggupkah dirimu? Kuyakin tak akan sanggup. Ku yakin kau tak akan bisa. Rasa sayangmu yang membuatmu pada akhirnya memilih mundur dan memilih menajamkan pisau lukanya kedalam dadamu. Kau saja yang memilih mati daripada mereka yang kau sayangi terlukai. Sudah kubilang kan? Semuanya tidak mudah,sayang. Tidak akan pernah mudah. Aku yang selalu dibersamai mereka yang kusayangi.nyatanya aku sendirian ,aku tak bisa apa apa,aku terluka,aku yang mengalah dan kemudian aku yang memilih mundur. Dan kemudian aku tak bisa bertahan untuk lebih lama. Tak akan ada lagi aku.
Begitu dalam rasa sayang yang kumiliki,tak terasa juga akulah sang tokoh yang tersakiti. Berperan sangat terpuji namun tetaplah aku yang menjadi objek didalam cerita ini. Akulah yang satu satunya menahan tangis ditengah tengah mereka. Aku lah yang menahan rasa hampa,luka dan patah asa. Aku lah yang menahan sesaknya dada hanya untuk memberikan senyuman tipis diwajah mereka. Aku lah mengalah hanya untuk sekedar membuat mereka lega. Terkadang aku merasa ketidak adilan ini begitu menyelimuti hingga membuatku jatuh terpuruk tak kuasa menahan perih. Hingga-mataku selalu berkunang kunang ketika melihat satu persatu mata orang yang kusayangi itu. Selalu ada bulir air mata ,selalu ada rasa sakit dibawah dada,selalu ada sesak yang tak pernah bisa dijelaskan saat mereka bertanya "kau kenapa". Kebahagiaan ataukah kesedihan ? Aku juga tak mengerti. Apa yang sedang ku rasakan. Seharusnya aku juga ikut tersenyum saat melihat satu persatu dari mereka bahagia. Melapangkan dadaku menerima apapun yang sudah mereka putuskan untuk ku. Untuk takdirku. Memilih tinggal dan peduli atau memilih pergi dan tidak peduli. Mataku terus saja berkunang kunang menahan agar setiap bulirnya tak jatuh dipipi. Agar tak ada yang melihat bahwa hatiku sedang tidak baik. Sedang membuncah tak baik,sedang bergerilya memberontak tak ada arah.
Aku,yang merasa memiliki mereka. Yang kupikir tak akan pernah merasakan sepi. Pada akhirnya aku sendiri. Dalam kesendirian air mata jatuh tak bisa kukendalikan. Rintihan bibir seolah olah ingin berteriak tapi tak bisa kulakukan. Kuhanya menahan rasa sesak dadaku dan menutup mulutku rapat rapat agar tak menimbulkan suara ditengah tengah jatuhnya air mataku. Dalam kesepian aku meradang. Dalam kediaman aku tersungkur lemah tak berdaya. Dalam ketidak adilan aku sudah mempercayakan kebahagiaan yang ku kira akan membuatku lebih baik. Tak ada. Tak ada yang membuatku bisa baik hari ini. Aku sudah tak ada . Hatiku sudah rusak dan mati. Cintaku dan rasa kasihku sudah tak terasa didalam hati. Tersisa perih dan luka. Aku hanya bisa merajut sisa sisa harapan yang ada didalam dada untuk membuatku sedikit bergerak dari ketidakberdayaanku. Walaupun raut tak bisa kusembunyikan setelahnya,walaupun mata bengkak akan terlihat setidaknya aku bisa menyembunyikan hati yang sudah tak karuan bagaimana keadaannya. Aku. Kehilangan. Diriku sendiri. Aku sudah tak ada lagi. Aku sudah mati. Bersama mereka yang sudah memilih pergi.
Tidak lagi akan ada aku. Tidak lagi akan ada aku. Tidak lagi akan ada aku,yang peduli untuk mereka. Yang memilih membahagiakan mereka yang tak pernah memilih membahagiakan ku. Tidak lagi akan ada aku. Bulir air mata yang terjatuh menjadi saksi bisu mengapa aku tak mampu. Mengapa aku tak bisa. Mengapa aku tak kuasa menahan semuanya. Bagaimana bisa kuceritakan kepada mereka yang ku rasakan jika alasan yang menyakitiku adalah mereka? Bisakah kau jelaskan? Sanggupkah dirimu menceritakan batinmu yang tersiksa kepada mereka yang sudah membuatnya hancur dan berantakan. Sanggupkah dirimu? Kuyakin tak akan sanggup. Ku yakin kau tak akan bisa. Rasa sayangmu yang membuatmu pada akhirnya memilih mundur dan memilih menajamkan pisau lukanya kedalam dadamu. Kau saja yang memilih mati daripada mereka yang kau sayangi terlukai. Sudah kubilang kan? Semuanya tidak mudah,sayang. Tidak akan pernah mudah. Aku yang selalu dibersamai mereka yang kusayangi.nyatanya aku sendirian ,aku tak bisa apa apa,aku terluka,aku yang mengalah dan kemudian aku yang memilih mundur. Dan kemudian aku tak bisa bertahan untuk lebih lama. Tak akan ada lagi aku.